Belakangan
ini marak sekali tayangan di Televisi mengenai koruptor, kadang heran dengan
perilaku mereka yang seolah-olah tidak bersalah. Memberantas korupsi tidak bisa hanya slogan saja atau omdo saja, tapi harus melalui
proses perubahan sistem itu sendiri dimana seseorang tidak ada kesempatan untuk
melakukan korupsi. Dibawah ini ada 2 artikel tentang cara dan langkah-langkah
memberantas korupsi :
Bagaimana
Memberantas Korupsi? Inilah Caranya
10 Langkah Memberantas Korupsi
10 Langkah Memberantas Korupsi
Jakarta, Korupsi harus
diberantas hingga ke akar-akarnya. Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extra
ordinary crimes), kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity). Cara
pemberantasannya pun harus luar biasa. Keluarbiasaan itulah yang hingga kini
coba dilakukan. Kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan khusus
Tindak Pidana Korupsi, lengkap dengan para hakim ad hoc korupsi, adalah upaya
luar biasa tersebut. Hasilnya lumayan. Represifitas pemberantasan korupsi sudah
menjamah para mantan menteri dan gubernur aktif. Terakhir mantan Kepala Badan
Usaha Logistik (Bulog) ditahan karena sangkaan korupsi. Namun, paradigma luar
biasa tidak selamanya konsisten diterapkan. Ada saja upaya untuk melihat
korupsi dengan kacamata business asa usual. Konsistensi keluarbiasaan selalu
menghadapi serangan balik. Fights back itu terwujud dalam berbagai bentuk.
Sempat ada wacana untuk mengeluarkan aturan khusus perlindungan bagi pejabat,
agar tidak mudah dtertuduh korupsi; konstitusionalitas KPK dan Pengadilan
Tipikor berulangkali digugat ke hadapan Mahkamah Konstitusi; terakhir Profesor
Andi Hamzah, ketua Tim Perumus Revisi undang-undang korupsi, telah melemparkan
argumen untuk membubarkan Pengadilan Tipikor. Suatu argumen yang koruptif dan
harus dilawan.
Di garda terdepan
upaya fights back ini pejabat tinggi negeri ini masih terus dituntut
konsistensinya. Bahkan seorang Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak jarang
mengeluarkan pernyataan yang inkonsisten dengan upaya luar biasa pemberantasan
korupsi. Terakhir, dalam kasus transfer uang Tommy Soeharto melalui rekening
Departemen Hukum dan HAM, yang melibatkan Yusril Ihza Mahendra dan Hamid
Awaluddin, Jusuf Kalla dengan sangat normatif menyatakan uang Tommy tersebut
bukan merupakan hasil korupsi. Kalla mengatakan, Tommy adalah terpidana
pembunuhan hakim agung Syaifuddin Kartasasmita, buka terpidana korupsi.
Sehingga uang yang ditransfer tersebut adalah sah.
Kalla lupa bahwa Tommy
membunuh Syaifuddin Kartasasmita karena hakim agung tersebut memvonis sang
pangeran Cendana bersalah dalam kasus korupsi. Kalla juga terlalu biasa, seakan
tidak ada relasi antara Yusril Ihza Mahendra dengan firma hukum Ihza & Ihza
yang membantu proses pentransferan uang Tommy tersebut. Seharusnya koneksi
demikian tidak hanya dilihat dengan kaca mata normal semata ketidaketisan;
tetapi lebih jauh adalah bentuk penyalahgunaan wewenang. Apalagi Ihza &
Ihza, law firm Yusril tersebut - menurut investigasi Majalag Tempo - menerima
uang jasa sekitar 7 miliar Rupiah.
Konsistensi
keluarbiasaan korupsi harus konsisten dilaksanakan. Berikut adalah 10 langkah
pemberantasan korupsi extra ordinary tersebut:
Pertama, Presiden sebaiknya menegaskan proklamasi
antikorupsi. Proklamasi demikian menjadi pondasi awal bagi seluruh gerakan
antikorupsi.
Kedua, untuk menjadi baju hukum proklamasi
antikorupsi, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(Perpu) Pemberantasan Korupsi. Presiden memang sudah mengeluarkan Instruksi
Presiden Percepatan Pemberantasan Korupsi. Bentuk hukum Inpres tersebut
mengindikasikan bahwa korupsi masih dilihat sebagai kejahatan biasa. Seharusnya
keluarbiasaan tidak memadai diwujudkan hanya dengan baju hukum Inpres. Hanya
baju hukum Perpu yang pas untuk menegaskan korupsi adalah kejahatan luar biasa
yang harus diberantas dengan cara-cara luar biasa pula. Alasan konstitusional
pengeluaran Perpu adalah “kegentingan yang memaksa”. Maka dengan Perpu
Antikorupsi, jelas meluncur pesan negara sudah dalam keadaan genting, darurat
korupsi, dan karenanya upaya extra ordinary tidak mungkin ditunda untuk segera
dilaksanakan. Mengenai “kegentingan yang memaksa” menurut putusan Mahkamah
Konstitusi adalah subyektifitas presiden untuk menentukannya, yang obyektifitas
politiknya dinilai oleh DPR. Maka, mengeluarkan Perpu Antikorupsi adalah sah
sebagai kebijakan presiden.
Ketiga, di dalam perpu dapat ditegaskan fokus
pemberantasan korupsi kepada dua reformasi: birokrasi dan peradilan. Reformasi
birokrasi sudah dilakukan tetapi masih sangat lamban. Merombak pola pikir
koruptif dari birokrasi yang sudah berpuluh tahun menjadi penggerak korupsi
tentu tidak mudah. Namun, upaya pemberantasan korupsi tidka akan pernah
berhasil tanpa melakukan reformasi birokrasi secara lebih akseleratif. Untuk
itu, pembersihan korupsi dari birokrasi tingkat tinggi harus lebih dulu
dilakukan untuk menjadi tauladan bagi birokrasi tingkat bawahnya. Demikian pula
halnya dengan reformasi peradilan. Memberantas korupsi tanpa memerangi mafia
peradilan adalah mimpi di siang bolong. Korupsi hanya bisa dijerakan dengan
penegakan hukum yang efektif. Law enforcement yang efektif tidak akan
terlaksana jika penegak hukum masih terkontaminasi judicial corruption. Maka
reformasi peradilan harus dimaknai untuk menghabisi praktik nista mafia
peradilan.
Keempat, konsentrasi pada reformasi birokrasi dan
reformasi peradilan adalah wujud pemberantasan korupsi secara preventif dan
represif. Cara preventif dilakukan melalui pembenahan birokrasi; sedangkan
metode represif memerlukan aparat hukum yang tidka hanya mempunyai kapasitas
keilmuan yang mumpuni, namun pula intergitas moralitas yang terjaga.
Kelima, untuk langkah represif penegakan hukum,
strategi yang harus dilakukan adalah memadukan cara quick wins dan big fishes.
Maksudnya selain mencari bukti-bukti tak terbantahkan (hard evidence), untuk
menjamin ujung putusan adalah kemenangan cepat; pemberantasan harus fokus
kepada koruptor kakap. Korupsi sudah menjamah seluruh ruas kehidupan. Maka
prioritas harus dilakukan, dan korupsi by greed harus menjadi target prioritas,
dibanding korupsi by need.
Keenam, sejalan dengan pemikiran memberantas korupsi
di level kakap, yang melakukan korupsi karena keserakahan, bukan semata
kebutuhan. Maka senjata perang melawan korupsi harus diarahkan kepada Istana,
Cendana, Senjata dan Pengusaha Naga. Istana adalah ring satu kekuasaan masa kini;
Cendana adalah ring satu kekuasaan masa lalu; Senjata adalah korupsi di
lingkaran aparat keamanan dan pertahanan; serta pengusaha naga adalah korupsi
oleh para mega pengusaha.
Ketujuh, pemberantasan korupsi di empat wilayah
untouchable tersebut adalah memerangi korupsi di episentrum kekuasaannya. Hal
tersebut penting karena sel kanker korupsi harus dipotong pada pusatnya, bukan
pada jaringan cabang sel kankernya.
Kedelapan, pemberantasan korupsi harus dikuatkan
jaringannya ke semua lini, aparat penegak hukum, akademisi, mahasiswa.
Perluasan jaringan tersebut urgen untuk menghadapi serangan balik (fights back)
yang terus semakin gencar.
Kesembilan, semua langkah pemberantasan korupsi di atas
membutuhkan kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Tidak mungkin Istana,
Cendana, Senjata dan pengusaha Naga dapat disentuh, tidak bisa episentrum
korupsi di amputasi, tanpa tongkat komando diubah menjadi pisau bedah
antikorupsi oleh pemimpin bangsa ini sendiri.
Kesepuluh, akhirnya, semua langkah tersebut harus
diiringi dengan menumbuhkembangkan budaya zero tollerance to corruption.
Itulah sepuluh langkah
pemberantasan korupsi secara luar biasa, yang membutuhkan pemimpin dan rakyat
Indonesia yang luar biasa untuk konsisten menerapkannya.
Mummys Gold Casino & Hotel: Tunica, MS Hotels - KTM
BalasHapusMummys Gold Casino & Hotel: Tunica, MS Hotels · 3131 S. 시흥 출장마사지 Tunica Dr, Tunica 충청북도 출장샵 Resorts, MS 38664 · (662) 646-8100 상주 출장안마 · Visit 포천 출장샵 Website. 의정부 출장샵