Pengertian Otonomi Daerah
Reformasi membuka jalan bagi setiap orang maupun daerah untuk menyuarakan
keadilan ekonomi, politik, sosial budaya, dan pelayanan. Pendekatan pembangunan
yang sentralistik selama Orde Baru yang
berkuasa selama 32 tahun ternyata telah banyak
menimbulkan kesenjangan yang menimbulkan rasa ketidakadilan. Kesenjangan
tersebut antara lain kesenjangan pendapatan antardaerah yang besar, kesenjangan
investasi antardaerah, pendapatan daerah yang dikuasai pemerintah pusat,
kesenjangan regional, dan kebijakan investasi yang terpusat. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka otonomi daerah merupakan salah satu alternatif untuk
memberdayakan setiap daerah dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan
sumber daya manusia (SDM) untuk kesejahteraan rakyat.
Otonomi secara sempit diartikan sebagai “mandiri”, sedangkan dalam arti
luas adalah “berdaya”. Jadi otonomi daerah yang dimaksud di sini adalah
pemberian kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri
atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Sedangkan desentralisasi menurut M. Turner dan D. Hulme adalah
transfer/pemindahan kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada
masyarakat dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sementara
desentralisasi menurut Shahid Javid Burki dan kawan-kawan adalah proses
pemindahan kekuasaan politik, fiskal, dan administratif kepada unit dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Jadi, otonomi daerah dapat diartikan
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah. Dalam pola pikir demikian, otonomi daerah adalah suatu
instrumen politik dan instrumen administrasi / manajemen yang digunakan utnuk
mengoptimalkan sumber daya lokal, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kemajuan masyarakat didaerah,
terutama
menghadapi tantangan global, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan demokrasi.
Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah memporakporandakan
hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini yang telah dibangun
cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik, yang berlanjut menjadi
multikrisis, telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kemampuan dan
kapasitas negara dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis tersebut
salah satunya diakibatkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintahan yang
sentralistik, di mana kewenangan dan pengelolaan segaal sektor pembangunan
berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki
kewenangan untuk mengoleola dan mengatur daerahnya.
A. GEOPOLITIK DAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah, yang merupakansubstansipokokdariUndang-undangNomor 32 tahun
2004 tentangPemerintahan Daerah, dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian daerah
yang sebenarnya, melalui kewenangan daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab.
Melalui penyelenggaraan Otonomi daerah, diharapkan masyarakat daerah cepat berkembang
dan berkemampuan mendayagunakan segenap potensi yang tersedia menuju pencapaian
taraf kehidupan yang makin sejahtera. Pemberdayaan daerah lewat penyelenggaraan
otonomi daerah, justru mengisyaratkan pula kewajiban dan tanggungjawab turut
peduli terhadap harkat dan martabat daerah lain, disamping tugas dan kewenangan memakmurkan daerahsendiri.
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan
dari Pusat saja, sehingga diperlukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
UUD 1945 yang akan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem
NKRI. Untuk keperluan tersebut diperlukan asas dalam mengelola daerah, yaitu:
1.
Desentralisasipelayananrakyat/publik. Desentralisasimerupakan
power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan
pelayanan kepada rakyat/publik; sehingga outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan
kebutuhan pokok rakyat dan peraturan daerah agar tertib dan adanya kepastian hukum.
2.
Dekonsentrasi, diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas
teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan dengan baik oleh Pemerintah
daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahdan/atau kepada instansi
vertical di wilayah tertentu.
3.
TugaspembantuanmerupakanpenugasandariPemerintahkepadadaerahdan/ataudesadaripemerintahprovinsikepadakabupaten/kotadan/ataudesasertadaripemerintahkabupaten/kotakepadadesasertadaripemerintahkabupaten/kotakepadadesauntukmelaksanakantugastertentu.
(UU No. 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah)
B.PEMBAGIAN KEWENANGAN
Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah mengatur tentang
kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah, yaitu:
1.
Kewenangan Pemerintah (berdasarkan pasal 10 ayat (3),
yaitu politikluarnegeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatic dan menunjuk
warga Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga
internasional, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri; pertahanan misalnya
mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang,
menyatakan Negara atau sebagian wilayah
Negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan system pertahanan
Negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela Negara bagi
setiap warga Negara dan sebagainya; keamanan misalnya mendirikan dan membentuk
kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap
orang yang melanggar hokum negara, menindak kelompok atau organisasi yang
kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya; moneter dan iskal nasional,
misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi, misalnya mendirikan
lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan,
menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesty,
abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain
sebagainya; danagama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang
berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu gama,
menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya;
dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional tidak diserahkan
kepada daerah.
2. Kewenangan
wajib Pemerintahan daerah Provinsi (berdasarkanpasal 13) yaitu perencanaan dan pengendalian
pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan
prasarana umum; penanganan bidang kesehatan;
Geopolitik Indonesia dinamakan
Wawasan Nusantara, sebagai landasan visional, merupakan cara pandang bangsa
Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang sarwa nusantara sebagai satu
kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.
Pada tataran Wawasan Nusantara, pendekatan
cara pandang dan konsepsi berfikir untuk menata kehidupan berbangsa dan
bernegara melalui pemahaman Wawasan Nusantara yang benar, akan terlihat
implementasi otonomi daerah yang mempunyai wawasan kebangsaan serta meletakkan
penjabaran kepentingan nasional di atas segala-galanya, dengan diilhami visi
pada konsepsi ketahanan nasional.
Prinsip-prinsip Wawasan
Nusantara yang harus dipertahankan dan ditegakkan guna keberhasilan memantapkan
Wawasan Nusantara di era otonomi daerah
dalam rangka mendukung ketahanan nasional, adalah:
1. Pancasila, sebagai falsafah negara dan
merupakan konsep untuk menjadikan negara
sebagai sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa.
2. Persatuan dan kesatuan, sebagai prinsip
untuk mengakumulasikan kekuatan nasional dalam mencapai tujuan bersama, seperti
terungkap dalam semboyan ”bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Persatuan
bangsa merupakan gabungan suku-suku bangsa yang sudah bersatu sebagai sebuah
bangsa, bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kesatuan bangsa atau kesatuan
wilayah mempunyai makna menunjukkan sikap kebersamaan dari bangsa Indonesia dan
menyatakan wujud yang hanya satu dan utuh yaitu bangsa Indonesia yang utuh
dengan satu wilayah yang utuh.
3. Bhinneka
Tunggal Ika sebagai
prinsip untuk mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa, yang terdiri
dari perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kebudayaan.
4. Kebangsaan sebagai prinsip untuk
mewujudkan keinginan untuk hidup bersama dalam mencapai tujuan bersama. Kebangsaan merupakan mekanisme kehidupan
kelompok yang terdiri atas unsur-unsur yang beragam, dengan ciri-ciri
persaudaraan, kesetaraan, kesetiakawanan, kebersamaan, dan kesediaan berkorban
bagi kepentingan bersama.
5. Kesadaran akan pentingnya bersatu, dengan
menghimpun dan memadukan segenap sumber
daya yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama.
6. Persatuan dan kesatuan bangsa, agar
dapat mempertahankan jati diri dan ikatan bathin bangsa Indonesia
sebagai bangsa besar dan disegani.
7. Kesatuan wilayah nasional, yang dapat menjamin keutuhan ruang hidup dan sumber
kehidupan bagi bangsa Indonesia.
8. Kesatuan bangsa Indonesia dengan tanah
airnya yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan bangsa Indonesia.
9. Kesatuan dalam kemajemukan bangsa Indonesia agar dapat tetap bersatu walaupun
berbeda-beda, untuk menjamin harkat dan
martabat kemanusiaan.
10.
Satu
kesatuan kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat yang dapat menjamin kesejahteraan, kedaulatan dan
kemerdekaannya (Lihat Lemhannas RI, Wawasan Nusantara, 2006: 15-16).
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar