Selasa, 09 Juli 2013

Pengertian Otonomi Daerah
Reformasi membuka jalan bagi setiap orang maupun daerah untuk menyuarakan keadilan ekonomi, politik, sosial budaya, dan pelayanan. Pendekatan pembangunan  yang sentralistik selama Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun ternyata telah  banyak menimbulkan kesenjangan yang menimbulkan rasa ketidakadilan. Kesenjangan tersebut antara lain kesenjangan pendapatan antardaerah yang besar, kesenjangan investasi antardaerah, pendapatan daerah yang dikuasai pemerintah pusat, kesenjangan regional, dan kebijakan investasi yang terpusat. Untuk mengatasi hal tersebut, maka otonomi daerah merupakan salah satu alternatif untuk memberdayakan setiap daerah dalam memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) untuk kesejahteraan rakyat.
Otonomi secara sempit diartikan sebagai “mandiri”, sedangkan dalam arti luas adalah “berdaya”. Jadi otonomi daerah yang dimaksud di sini adalah pemberian kewenangan pemerintahan kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri atau berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Sedangkan desentralisasi menurut M. Turner dan D. Hulme adalah transfer/pemindahan kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada masyarakat dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sementara desentralisasi menurut Shahid Javid Burki dan kawan-kawan adalah proses pemindahan kekuasaan politik, fiskal, dan administratif kepada unit dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Jadi, otonomi daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam pola pikir demikian, otonomi daerah adalah suatu instrumen politik dan instrumen administrasi / manajemen yang digunakan utnuk mengoptimalkan sumber daya lokal, sehingga dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemajuan masyarakat didaerah,
terutama menghadapi tantangan global, mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan mengembangkan demokrasi.

Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah memporakporandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini yang telah dibangun cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik, yang berlanjut menjadi multikrisis, telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis tersebut salah satunya diakibatkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintahan yang sentralistik, di mana kewenangan dan pengelolaan segaal sektor pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengoleola dan mengatur daerahnya.

A. GEOPOLITIK DAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah, yang merupakansubstansipokokdariUndang-undangNomor 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah, dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian daerah yang sebenarnya, melalui kewenangan daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. Melalui penyelenggaraan Otonomi daerah, diharapkan masyarakat daerah cepat berkembang dan berkemampuan mendayagunakan segenap potensi yang tersedia menuju pencapaian taraf kehidupan yang makin sejahtera. Pemberdayaan daerah lewat penyelenggaraan otonomi daerah, justru mengisyaratkan pula kewajiban dan tanggungjawab turut peduli terhadap harkat dan martabat daerah lain,  disamping tugas dan kewenangan memakmurkan daerahsendiri.
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari Pusat saja, sehingga diperlukan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat UUD 1945 yang akan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI. Untuk keperluan tersebut diperlukan asas dalam mengelola daerah, yaitu:
1.      Desentralisasipelayananrakyat/publik. Desentralisasimerupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat/publik; sehingga outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat dan peraturan daerah agar tertib dan adanya kepastian hukum.
2.      Dekonsentrasi, diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan dengan baik oleh Pemerintah daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahdan/atau kepada instansi vertical di wilayah tertentu.
3.      TugaspembantuanmerupakanpenugasandariPemerintahkepadadaerahdan/ataudesadaripemerintahprovinsikepadakabupaten/kotadan/ataudesasertadaripemerintahkabupaten/kotakepadadesasertadaripemerintahkabupaten/kotakepadadesauntukmelaksanakantugastertentu. (UU No. 32 tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah)

B.PEMBAGIAN KEWENANGAN
Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah mengatur tentang kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah, yaitu:
1.      Kewenangan Pemerintah (berdasarkan pasal 10 ayat (3), yaitu politikluarnegeri dalam arti mengangkat pejabat diplomatic dan menunjuk warga  Negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri; pertahanan misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan Negara  atau sebagian wilayah Negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan system pertahanan Negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela Negara bagi setiap warga Negara dan sebagainya; keamanan misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hokum negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara, dan sebagainya; moneter dan iskal nasional, misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya; yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesty, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya; danagama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu gama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya; dan bagian tertentu urusan pemerintah lainnya yang berskala nasional tidak diserahkan kepada daerah.
2.      Kewenangan wajib Pemerintahan daerah Provinsi (berdasarkanpasal 13) yaitu perencanaan dan pengendalian pembangunan; perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum; penanganan bidang kesehatan;
Geopolitik Indonesia dinamakan Wawasan Nusantara, sebagai landasan visional, merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang sarwa nusantara sebagai satu kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. Pada tataran Wawasan Nusantara, pendekatan  cara pandang dan konsepsi berfikir untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara melalui pemahaman Wawasan Nusantara yang benar, akan terlihat implementasi otonomi daerah yang mempunyai wawasan kebangsaan serta meletakkan penjabaran kepentingan nasional di atas segala-galanya, dengan diilhami visi pada konsepsi ketahanan nasional.
Prinsip-prinsip Wawasan Nusantara yang harus dipertahankan dan ditegakkan guna keberhasilan memantapkan Wawasan Nusantara di era  otonomi daerah dalam rangka mendukung ketahanan nasional, adalah:
1.    Pancasila, sebagai falsafah negara dan merupakan  konsep untuk menjadikan negara sebagai sarana perjuangan mewujudkan cita-cita bangsa.
2.    Persatuan dan kesatuan, sebagai prinsip untuk mengakumulasikan kekuatan nasional dalam mencapai tujuan bersama, seperti terungkap dalam semboyan ”bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”. Persatuan bangsa merupakan gabungan suku-suku bangsa yang sudah bersatu sebagai sebuah bangsa, bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kesatuan bangsa atau kesatuan wilayah mempunyai makna menunjukkan sikap kebersamaan dari bangsa Indonesia dan menyatakan wujud yang hanya satu dan utuh yaitu bangsa Indonesia yang utuh dengan satu wilayah yang utuh.  
3.    Bhinneka Tunggal Ika sebagai prinsip untuk mengintegrasikan keanekaragaman komponen bangsa, yang terdiri dari perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kebudayaan.
4.    Kebangsaan sebagai prinsip untuk mewujudkan keinginan untuk hidup bersama dalam mencapai tujuan bersama.  Kebangsaan merupakan mekanisme kehidupan kelompok yang terdiri atas unsur-unsur yang beragam, dengan ciri-ciri persaudaraan, kesetaraan, kesetiakawanan, kebersamaan, dan kesediaan berkorban bagi kepentingan bersama.
5.    Kesadaran akan pentingnya bersatu, dengan menghimpun dan memadukan segenap sumber  daya yang dimiliki bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan bersama.
6.    Persatuan dan kesatuan bangsa,  agar  dapat mempertahankan jati diri dan ikatan bathin bangsa Indonesia sebagai bangsa besar dan disegani.
7.    Kesatuan wilayah nasional, yang  dapat menjamin keutuhan ruang hidup dan sumber kehidupan bagi bangsa Indonesia.
8.    Kesatuan bangsa Indonesia dengan tanah airnya yang dapat menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan bangsa Indonesia.
9.    Kesatuan dalam kemajemukan  bangsa Indonesia agar  dapat tetap bersatu walaupun berbeda-beda,  untuk menjamin harkat dan martabat kemanusiaan.
10.                   Satu kesatuan kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat yang  dapat menjamin kesejahteraan, kedaulatan dan kemerdekaannya (Lihat Lemhannas RI, Wawasan Nusantara, 2006: 15-16).

Referensi:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar